WATIYA MOTOHILA HULANTHALO
Cerita ini mungkin akan acak, tidak berurutan dan mungkin penggunaan kata atau kalimatnya sedikit berantakan. Tapi kenangan indah ini ingin tetap saya bagikan. Mungkin nanti jika kenangan itu hilang dari ingatan melalui cerita ini saya bisa mengingatnya kembali. Mungkin untuk saat ini kenangan itu masih segar dan indah sekali. Tapi entah satu dua bahkan sepuluh tahun lagi kenangan itu akan bertahan atau malah menguap tak berbekas. Cerita ini mungkin kan terlalu panjang bahkan berbelit-belit karena memang kesalahan ada pada saya sebagai penulis.
Hulonthalo
(bahasa Gorontalonya Gorontalo),
pertama menginjakkan kaki di tanah itu disadarkan bahwa saya tidak lagi ada di
tanah jawa, suara abang-abang tukang taksi bahkan tukang becak dengan dialek
khasnya sangat terdengar dan amasih asing ditelinga. Semua mahasiswa dari
berbagai universitas yang tersebar di seluruh Indonesia berkumpul tumah ruah di
tanah Hulonthalo. Kita membawa nama almamater kita masing-masing. Pertukaran
budaya pasti akan terjadi nanti. Suasana tanah Hulonthalo pun sangat antusias
sambutan dari panitia dan pemerintah daerahnya sangat luar biasa. Provinsi yang
cukup muda usianya, 16 tahun sedang menata kotanya dengan berbagai
pembangunandari infrastruktur, ekonomi hingga pendidikan. Dengan budaya daerah
yang masih sangat kental membuat Hulanthalo memiliki identitasnya sendiri.
Kuliah
kerja nyata (KKN) kebangsaan, mahasiswa dari berbagai universitas bertemu
dikelompokkan menjadi satu untuk mengabdi kepada masyarakat dengan membawa ilmu
yang mereka dapat selama bangku kuliah. Desa Pelita hijau mungkin orang awam
termasuk saya, nama desa ini cukup bagus untuk menjadi nama sebuah desa, jika
dipikir lagi nama ini juga cocok untuk sebuah perumahan diperkotaan. Namun jika
kembali dengan nama KKN kebangsan, desa dengan nama sebagus itu apakah desa ini
bisa digambarkan dan disamakan dengan sebuah kompleks perumahan diperkotaan.
Nanti akan diceritakan bagaimana nama desa itu menjadi seperti itu setelah saya
bertemu dengan masyarakat, perangkat desa dan tokoh masyarakat ya.
Perbedaan
dan keunikan dari tanah ini, dari cuaca saja sudah terlihat. Musim yang ada di
tanah ini hanya ada yaitu musim panas dan panas sekali. (hehe guyonan orang Hulonthalo yang selalu diceritakan pada semua tamu
yang datang). Tapi kalau sudah hujan bisa satu hari itu kita tidak akan
menemui matahar bersinar. Sempat berpikir jika saya tinggal di tanah Hulonthalo
tepatnya dikecamatan lokasi posko KKN saya, saya akan membuka bisnis loundry
saat musim hujan itu. (hehe belum tentu
juga orang sana langsung menerima usaha saya itu yaaa). Perjalanan dari
tempat semua peserta KKN kebangsaan menuju ke desa lokasi saya KKN bisa
ditempuh dengan perjalanan darat hanya dengan waktu dua jam saja. Tidak terlalu
jauh kan ya. perjalanan dimulai, kami bertujuh dari lima universitas yang
berdesa dengan menggunakan kendaraan mini bus kami menempuh perjalanan. Pada
awal perjalanan terlihat normal dan biasa saja. Hingga pemandangan luar biasa
disajikan didepan mata kita. Hampir 30 menit perjalanan pemandangan jalan yang
langsung berdampingan dengan pantai dan laut lepas tersaji indah. Warna
hijaunya perbukitan dan birunya lautan membat gradasi warna membentuk
pemandangan yang sangat indah. (serasa
melewati jalan yang di drama korea-korea gitu, anggap saja di dalam mobil
bersama lee min ho ya, hehe). Namun pemandangan indah itu berubah menjadi
tidak menyenangkan lagi bagi saya. Jalan khas perbukitan ya kalian tau kan ya,
berkelok-kelok naik dan turun hampir satu jam atau lebih saya sendiri tidak
ingat pasti saat melewati medan tersebut. Rasa mual pusing dan sakit perut
mulai mendera hingga akhirnya kendaraan kami mulai memasuki desa pertama di
kecamatan lokasi. Semakin dekat dengan lokasi yang dituju, pendamping kami
mulai memberikan isyarat bahwa kami akan memasuki wilayah pada zaman 1970an, ya
yang dimaksud adalah desa tempat yang kami tuju ini. Benar saja setelah
melewati gerbang desa setiap dari mengecek satu persatu telepon genggam kami, dan
hasilnya sinyalnya hilang. (Hehe hal
biasa saja sih ya). Kejadian dramatis seperti pada sinetron terjadi dimana
sang tokoh tiba-tiba sambungan teleponnya terputus kemudian mencoba menghubungi
seseorang yang ada di saluran telepon tadi namun tidak kunjung berhasil karena
sinyal teleponnya hilang. (hehehe)
Kerahaman
dari masyarakatnya tidak luntur mulai dari kami datang hingga kami pulang. Kami
disambut dengan tradisi disiram bagi setiap orang yang bertama ke rumah orang
Hulonthalo. Tradisi menyajikan teh panas manis yang disebut sebagai tradisi
disiram itu. (tehnya diseduh dan
disajikan dengan air yang benar-benar mendidih tanpa dicampur dengan air dingin).
Setiap malam selama berada di desa ini, selalu diringi dengan alunan merdu
gericik air sungai yang mengalir dengan deras suara belalang tidak kalah
bersahutan mengiringi bintang dan bulan menerangi pepohonan yang menampilkan
pemandangan yang luar biasa. Listrik dari PLN yang ternyata baru dua minggu
mereka rasakan dan masih di tiga empat rumah yang menggunakannya. Selain tiga
empat rumah itu, mereka masih mengandalkan PLTS untuk penerangan di rumahnya. (1970an banget kan ya, hehe mungkin
teman-teman KKN yang reguler hampir sama mungkin ya). jika pemandangan
hijau ingin digantikan dengan biru disertai suara deburan ombak, pergi ke pasar
adalah salah satu tempatnya atau tinggal menyalakan mesin motor untuk ke desa
sebelah sekitar sepuluh hingga lima belas menitan dari posko lokasi KKN. (kalau dari kampus double way mungkin ke
kober atau GM mungkin ya, kita langsung bisa melihat pantai dan laut lepas).
Harga
kangkung tempe dan tahu yang lebih mahal dibandingkan ikan dan cumi adalah
kenyataan yang tidak terelakkan. Membuat nasib perut selama satu bulan akan
makan lauk setiap hari dengan kangkung sayur hijau yang paling banyak dijumpai
selain milu. (milu=jagung, hehe,
kebetulan milu adalah hasil pertanian terbanyak di tanah Hulonthalo). Makanannya
juga tidak kalah luar biasa, diantaranya yang sudah saya coba yaitu dabu-dabu
sagela, ilabulo, sabongi, dan yang paling ikonik adalah binthe biluhuta atau
milu siram atau jagung siram. Bagi pecinta kuliner pedas wajib berkunjung ke
tanah Hulonthalo, ricanya bisa mengalahkan pedasnya makanan korea yang sedang
naik daun itu.
Cerita
rakyat dan mitos-mitos lama yang berkembang di masyarakat pun menjadi cerita
yang selalu menarik untuk didengar. Termasuk salah satunya suku pedalaman yang
menurut beberapa masyarakat keberadaannya masih ada di dalam hutan-hutan daerah
tersebut. Suku Polahi namanya tinggalnya di dalam hutan diatas pohon
bertelanjang dada pakaiannya. Masih ingat dengan nama desa lokasi KKN saya yang
saya ceritakan di awal, dari nama suku itulah nama indah bak kompleks di
perkotaan itu diambil. (Polahi= Pelita
Hijau, agak mirip ya). Nama lain
dari desa tersebut ya nama suku pedalaman itu. Metode pengobatan tradisonal pun
ada juga, tradisi dayango namanya. (bagaimana penyembuhannya saya sendiri belum
melihat langsung, tapi di situs unggah video kalian bisa mencarinya).
Kearifan
lokal yang masih terjaga, keramahan masyarakatnya, dan dipertemukan dengan
teman baru dari daerah yang berbeda-beda hingga merasa mereka semua sebagai
saudara sendiri. Kuliah kerja nyata tidak hanya sebuah mata kuliah wajib yang
menjadi kewajiban dan tanggungan, sisi baik lainnya selain salah satu tempat
untuk mengabdi kepada masyarakat. Kuliah kerja nyata juga memberikan teman,
sahabat, keluarga dan rumah baru. Dari tidak saling mengenal, saling tidak
perhatian, sifat sok baik dan jelek bermunculan hingga keakraban itu tercipta.
Saat berpisah kata maaf dan terima kasih yang paling sering terucap dari bibir.
Janji untuk saling bertemu dan berkunjung kembali ke tanah Hulonthalo menjadi
sebuah bintang yang akan sama-sama diraih nanti. (pengen nangis kalau mengingatnya). Sudah mungkin ya ceritanya.
Mamat dari
Banjarmasin, Banjarbaru tepatnya katanya
Mamah Muz dari
Jambi
Uzul dari Luwuk,
Sulawesi Tengah
Adik junior Izky
perempuan asli tanah Hulonthalo
Aa’ Fachru dari
Hulonthalo meski gak asli
Bang Angga dari Bekasi
Untuk
Universitas
Jember Mengajar, Bersama Kita Bisa!
Komentar
Posting Komentar