Kalau Orang Lain Bisa Kuliah, Kami Juga Bisa !


Kalau Orang Lain Bisa Kuliah, Kami Juga Bisa !

Menggapai Mimpi Bersama Gerakan Universitas Jember Mengajar (2)
Jember, 21 Maret 2013                 
Pada dasarnya jika mendapatkan fasilitas dan kesempatan yang sama, semua anak  bisa menggapai cita-citanya. Sayangnya, kendala fasilitas serta sarana dan prasarana menghadang anak-anak di SDN Darsono 4 Dusun Gumitir, Desa Darsono. Melihat kenyataan ini, mahasiswa Universitas Jember yang tergabung dalam Gerakan Universitas Jember Mengajar (UJAR) turun tangan. Tak mau terpenjara di menara gading, para mahasiswa ini secara sukarela membantu dunia pendidikan. Berikut  bagian kedua tulisan staf Humas dan Protokol, Iim Fahmi Ilman yang mengikuti kunjungan Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD ke SDN Darsono 4 hari Kamis (14/3).
Pagi itu disela angin yang berhembus cukup kuat, halaman SDN Darsono 4 dihiasi dengan paduan suara anak-anak yang menyanyikan tiga lagu. Pertama Ibu Pertiwi, Indonesia Pusaka dan satu lagu daerah yang saya tidak ketahui judulnya. Mereka menyanyi dengan penuh penghayatan membuat perasaan ngelangut. Anak-anak polos bakal penerus bangsa ini kentara sekali bersemangat, walau harus berhadapan dengan banyak keterbatasan. Tapi itu perasaan saya. Dan dalam hati, saya yakin perasaan ini juga ada di hati semua yang hadir. Sambil memotret saya menoleh ke belakang, wah penonton ternyata makin banyak. Ternyata orang tua siswa turut hadir pula melihat buah hatinya unjuk kebolehan.
Bagaimana kisahnya sampai para mahasiswa Kampus Tegalboto bisa mengajar di SDN Darsono 4 ? Awal mulanya, beberapa mahasiswa Universitas Jember terinspirasi Gerakan Indonesia Mengajar yang digagas oleh Anies Baswedan dan kawan-kawan. Tidak puas hanya mendengar kisah dan kiprah Indonesia Mengajar, mereka mengundang Anies Baswedan datang ke Jember memberikan pencerahan melalui Road Show Indonesia Mengajar kepada mahasiswa Kampus Tegalboto tahun 2011 lalu.
“Waktu itu sebagai bahan presentasi awal untuk peserta Road Show Indonesia Mengajar kami mencari dan mendata sekolah dasar yang kekurangan guru serta minim sarana dan prasarana. Akhirnya kami menemukan kondisi ini di SDN Darsono 4,” kata Aziz. SDN Darsono 4 sendiri berdiri empat tahun lalu, diawali keprihatinan Drs. Ari Budiantoko yang saat itu guru di SDN Darsono 2. Dirinya heran melihat masih ada anak-anak yang tidak sekolah di sekitar Desa Darsono. Setelah ditelusuri ternyata mereka tidak bersekolah karena sekolah dasar yang ada, jauh dari tempat tinggalnya. Kedua, banyak orang tua yang lebih suka anak-anaknya membantu di sawah atau ladang.
Akhirnya Drs. Ari Budiantoko memberanikan diri mengusulkan mendirikan sekolah dasar baru untuk menampung anak-anak tersebut, akhirnya berdirilah SDN Darsono 4 dengan fasilitas seadanya. Dan yang ditunjuk sebagai sebagai kepala sekolah adalah dirinya sendiri. Bahkan menurut cerita, awalnya sekolah ini tidak didukung oleh warga sekitar. “Kami kemudian berpikir, masa hanya sekedar mendata saja sekolah dasar yang kekurangan fasilitas ? Dari hasil diskusi bersama sesama mahasiswa akhirnya terbentuklah Gerakan Universitas Jember Mengajar (UJAR),” karta Aziz yang asal Pamekasan ini.
“Kalau orang lain bisa kuliah, kami juga bisa !” Teriakan penuh semangat anak-anak SDN Darsono 4 menyambut yel yang disampaikan sang kepala sekolah sebelum memberikan sambutan. Saya yakin, Sobat UJAR yang mengajarkannya. Pak Hasan pun tersenyum mendengarnya sambil bertepuk tangan. Siapa tahu dari sekian anak SDN Darsono 4 ini, nantinya ada yang akan kuliah di Kampus Tegalboto.
“Sungguh sebuah kehormatan bagi kami, mendapatkan kunjungan Rektor Universitas Jember. Beginilah kondisi kami Pak,” kata Drs. Ari Budiantoko mengawali pidatonya. Menurutnya, kehadiran para mahasiswa yang tergabung dalam gerakan UJAR memberikan kontribusi yang luar biasa bagi anak-anak. Kedatangan para mahasiswa setiap akhir pekan selalu ditunggu-tunggu. Maklum, dengan jumlah guru yang hanya lima orang termasuk dirinya, ditambah dengan keterbatasan sarana dan prasarana tentu sulit menjalankan kegiatan belajar mengajar. Termasuk menghadapi kurikulum baru yang akan diberlakukan.
“Jujur saja saya ingin curhat kepada Pak Rektor, kami serba repot dengan akan diberlakukannya kurikukulum baru. Kurikulum yang ada saja belum mampu dilaksanakan dengan baik, kini sudah berganti lagi. Guru mau tidak mau harus menyesuaikan diri lagi, lantas bagaimana nasib anak didik jika kami disibukkan dengan perubahan ? Apalagi kondisi kami seperti ini, saya jadi berpikir jangan-jangan ujungnya bisnis semata,” keluhnya.
Menurut saya, apa yang menjadi keluhan Pak Kepala Sekolah ini ada benarnya. Mungkin perubahan kurikulum tidak menjadi masalah bagi sekolah di kota yang kondisi belajar mengajar serta fasilitasnya sudah baik, tapi di desa ? Saya jadi ingat kisah sohib dosen di Fakultas Sastra yang aktif membantu Bagian Humas dan Protokol. Dirinya selalu menolak jika diminta menjadi pengawas Ujian Nasional. Alasannya hanya satu, tidak tega ! “Lha piye manehaku ora tegamelihat anak-anak harus mengerjakan soal Ujian Nasional. Bukan karena tidak pintar, tapi karena proses belajar mengajar dan fasilitasnya beda jauh dengan kawan-kawannya di kota, iki ora fair,” begitu alasan yang diberikan dengan logat Yogyakarta-nya yang kental.
Lain lagi kisah kawan dosen dari Fakultas Ekonomi. Suatu saat mendapat tugas menjadi pengawas Ujian Nasional di sebuah sekolah di areal perkebunan di daerah Glantangan. Hari pertama bertugas, mbak dosen ini malah kepengin nangis, karena melihat kondisi sekolah. “Bagaimana mau belajar dengan baik jika kondisi sekolahnya seperti itu,” kisahnya kepada saya. Pulang usai menjaga hari pertama Ujian Nasional, dia borong alat tulis dan buku tulis. Dibaginya kepada para siswa pada saat hari terakhir Ujian Nasional. Mungkin sebagai kompensasi rasa bersalah, celoteh saya kepadanya saat itu.   
Tapi ras pesimisme ini coba di atasi oleh Pak Hasan dalam pidatonya. “Saya lahir dan besar di desa. Terlahir dari orang tua yang juga minim pendidikannya, bahkan ibu saya buta huruf. Tapi Alhamdulillah orang tua saya punya tekad menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin agar kondisinya lebih baik dari orang tuanya. Jadi saya mohon bapak-bapak dan ibu-ibu di Desa Darsono supaya mendukung anak-anaknya untuk terus bersekolah,” katanya memberi semangat.  
“Tidak pernah terlintas di benak saya akan sekolah sampai ke Belanda dan Australia dan akhirnya jadi Rektor seperti ini. Jadi jangan putus asa, bukan tidak mungkin jika nanti akan ada Rektor yang berasal dari SDN Darsono 4. Kami akan mendukung kegiatan UJAR. Mahasiswa para pengajarnya boleh lulus, tapi UJAR harus jalan terus,” kata Pak Hasan yang disambut tepuk tangan hadirin. Tidak terasa, matahari makin tinggi setinggi harapan anak-anak SDN Darsono 4 yang asyik unjuk kebolehan buat kami. [  ]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUMUMAN LOLOS SELEKSI BERKAS OPEN RECRUITMENT SOBAT PENGAJAR 13

PENGUMUMAN LOLOS TAHAP MICROTEACHING 1 OPEN RECRUITMENT SOBAT PENGAJAR 13 UKM UNEJ MENGAJAR

Pengumuman Lolos Seleksi Tahap Wawancara Calon Sobat Pengajar 13