(Bukan) Hari Terakhir


Pagi itu hujan baru saja mengguyur, membuat jalanan basah dan udara sejuk. Seperti biasa, beberapa Sobat Pengajar berkumpul di depan jalan masuk utama kampus hijau kami. Selanjutnya kami berangkat dengan mengendarai motor menuju sebuah bagian kecil dari Kabupaten Jember. Bintoro nama tempat itu. Bagian kecil itu sudah tidak asing lagi bagi kami, Sobat Pengajar 1 UNEJ Mengajar. Sejak akhir tahun lalu kami ditugaskan untuk mengabdikan ilmu di tempat itu. Sebuah tempat yang pada nantinya akan menjadi kenangan manis pada ingatan kami. Kenangan mengenal bocah-bocah calon penerus bangsa yang penuh semangat, kenangan menelusuri jalan menuju Bintoro yang terjal, kenangan semangat berjalan kaki dengan tanjakan yang licin dan turunan yang curam, serta kenangan-kenangan lain yang pernah terjadi di Bintoro.
SD Negeri Bintoro 5, sebuah sekolah dasar satu atap dengan SMP dan TK, berada pada (kurang lebih) 15 kilometer ke arah utara dari pusat kota Jember. Minim sarana dan prasarana memang, namun maksimal semangat pada wajah warga sekolah itu. Yang aku maksud warga sekolah ini adalah mereka, para dewan guru, kepala sekolah, dan tentunya para siswa yang dengan semangat mendatangi sekolah itu.
Hampir satu jam perjalanan, rombongan kami yang terdiri dari 4 Sobat Pengajar dan seorang Sobat Volunteer tiba di tempat penitipan motor. Sebuah rumah warga yang rela dititipi kendaraan kami sejak satu semester terakhir. Setiap Sabtu, jika tidak berhalangan, beberapa dari 7 SP (Sobat Pengajar) yang ditugaskan di SDN Bintoro 5 menitipkan motornya di depan halaman rumah warga tersebut. Selanjutnya kami masih harus berjalan hampir setengah kilometer untuk dapat tiba di sekolah itu. Jangan harap jalanan yang kami tempuh ini mudah, jika hujan baru saja mengguyur, jalan tanah ini licin, terkadang juga berlumpur. Tidak cukup licin, jalanan ini memiliki beberapa turunan sekaligus tanjakan yang cukup tajam. Namun, tidak akan merugi. Mata dihiasi dengan pemandangan alam asli pedesaan lengkap dengan pepohonan hijau yang rimbun, beningnya air sungai, dan tentunya keringat dari olahraga menaiki dan menuruni jalanan ini. Selain itu, aroma bunga kopi yang menengankan, terkadang dibarengi aroma durian yang cukup menusuk, serta gemericik air yang terjun setinggi 2 meter membuat suasana olahraga pagi kami menyenangkan.
Dua puluh menit berlalu, kami tiba di sekolah tempat para calon generasi bangsa itu menuntut ilmu. Kedatangan kami di setiap Sabtu selalu disambut gembira. Sorot mata mereka, tawa dan senyum mereka menyiratkan kegembiraan. Terbalaslah rasa lelah selama di perjalanan.
Hari itu berbeda dari hari biasanya, tampak lebih sepi dari Sabtu-Sabtu lain yang telah kami lewati di Bintoro. Hanya ada seorang guru yang hadir, siswa-siwa yang datang pun tidak lebih banyak dari biasanya. Ah iya, aku lupa. Sabtu ini adalah Sabtu terakhir sebelum pembagian rapor sekolah pada Jumat mendatang. Dapat dipastikan para siswa lebih banyak memilih berada di rumah, beberapa guru juga lebih memilih menulis rapor di rumah. Namun beberapa di antara mereka tetap datang meski tahu tak akan banyak teman yang datang, tak aka nada pelajaran seperti biasanya, class meeting.
Beberapa hari sebelum Sabtu itu, Uun, koordinator SP Bintoro telah merencanakan untuk mengadakan lomba membuat poster. Beberapa perlengkapan dan bahan membuat poster telah disiapkan dari Jember. Kini tinggal mengatur siswa yang terdiri dari enam kelas dalam ruangan ini. Ya, mereka pada ruang kelas yang sama, khusus hari itu. Hari yang akan menjadi hari terakhir aku dan kawan-kawan SP 1 mengajar di Bintoro. 15 Juni 2013.
Telah terbentuk tujuh kelompok dengan masing-masing terdapat empat siswa. Mereka mendengarkan Uun dan Nur tentang lomba pembuatan poster ini. Cerdas, itu sifat mereka yang kami ketahui. Sekali mendapat arahan mereka dapat mengerjakannya dengan baik.
Lomba berlangsung meriah, mereka antusias mengikutinya, bahkan beberapa siswa SMP yang juga tidak ada kelas ikut serta dalam lomba itu. Pesan yang mereka tulis bermacam-macam. Tema yang kami usung adalah tentang lingkungan. Dengan cekatan mereka menuliskan pesan dalam poster mereka. Mulai dari anjuran untuk menjaga kebersihan, hingga keinginan untuk melindungi Bintoro dengan segala keindahannya.
Seolah tidak mau kalah dengan semangat para pelita bangsa yang sedang berlomba membuat poster, beberapa SP dan volunteer pun ikut membuat poster. Jika tiap kelompok terdiri dari empat siswa, kelompok yang beranggotakan SP dan volunteer terdiri dari dua orang. Ada dua pasang yang ikut serta, yakni Siti Maimunah (mahasiswa PS P. Matematika FKIP) dan Endah Rizki Qaromah (mahasiswa PS Farmasi) serta Joko Supriyono dan Annisa Zainal (keduanya mahasiswa PS P Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP). Namun hasil karya sang senior tidak diikutkan dalam lomba.
Selanjutnya ditentukan pemenang pembuatan poster ini. Hasilnya beragam, karena kemampuan para siswa dalam menggambar tidaklah sama. Sebuah poster yang memiliki ilustrasi gambar pemandangan dua bukit berjajar yang diberi pagar di antara keduanya dengan rerimbunan pohon yang memiliki pesan ‘Jangan Buang Sampah Sembarangan’ menjadi poster favorit. Sedang sebuah poster yang berilustrasi beberapa pohon tumbang, beberapa penebang, dan pohon-pohon lain yang masih berdiri kokoh dengan pesan ‘Jangan Menebang Pohon Sembarangan’ menjadi juara pertama pada lomba ini.
Pesan-pesan yang disampaikan memanglah sederhana. Namun pesan yang muncul dari anak-anak seusia mereka adalah pesan yang muncul dari hati yang murni. Jika anak sekecil mereka saja peduli dengan lingkungan mereka yang ditunjukkan dari tulisan pesan seperti itu, harusnya kaum dewasa, terlebih siswa yang diagungkan –mahasiswa- harus lebih peka dengan hal kecil seperti itu.
Setelah pemenang diumumkan oleh salah satu SP, Nur Ijabah(mahasiswa PS P Bahasa Inggris), kebahagiaan mereka terukir dalam senyum yang mengembang dengan didapatkannya hadiah kecil. Senyum mereka terekam bagus dalam kenangan kami. Kenangan yang pada suatu saat ingin kami ulangi, namun tidak satupun dapat mewujudkannya.
Hal terberat akhirnya terjadi. Kami berpamitan pada mereka, pelita-pelita bangsa penuh kebahagiaan dan kebebasan. Pelita yang kelak di pundaknya akan diselempangkan beban negara ini. Mereka terkejut mendengar ucapan perpisahan dari kami, namun senyum penguat dari mereka membuat kami lebih tegar. Sebuah rasa cemas pada kami mereka tunjukkan dari sorot matanya. Cemas kami lupa pada mereka. Cemas kami tak lagi mengunjungi mereka barang sebentar. Cemas pengganti kami, SP Bintoro angkatan 2 tidak mereka sukai. Kecemasan – kecemasan itu buyar seiring hilangnya kami dari pandangan mereka.

Beberapa dari mereka mengantar kami hingga ujung jalan. Dalam senyum yang mengembang antara kami dan mereka terselip sedih dan kenangan. Miris mengetahui mereka memandangi punggung kami hingga hilang di ujung jalan. Miris menulis kembali kenangan indah ini. Beberapa titik air menuruni pipiku saat tulisan ini selesai. Tulisan untuk mereka yang pernah menjadi bagian dari SD N BINTORO 5.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUMUMAN LOLOS SELEKSI BERKAS OPEN RECRUITMENT SOBAT PENGAJAR 13

PENGUMUMAN LOLOS TAHAP MICROTEACHING 1 OPEN RECRUITMENT SOBAT PENGAJAR 13 UKM UNEJ MENGAJAR

Pengumuman Lolos Seleksi Tahap Wawancara Calon Sobat Pengajar 13